Articles by "JIL"

Tampilkan postingan dengan label JIL. Tampilkan semua postingan


  • Ungkapan Ulil: Masak agama sudah berumur 1400 tahun lebih, umatnya masih takut gambar akan disembah? Lalu ke mana dakwah selama ini? Tak ada pengaruhnya?
  • Kalau Ulil masih punya malu, dia akan menyadari bahwa dia telah mengolok-olok Al-Qur’an dengan ungkapannya itu. Karena dalam Al-Qur’an, justru orang-orang Ahli Kitab dengan berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Al-Hadid/ 57: 16).
Inilah berita dan bantahannya.
***
Ulil Abshar Abdalla hina larangan menggambar Nabi sebagai ajaran usang
JAKARTA (Arrahmah.com) - Ulil Abshar Abdalla salah satu pentolan Jaringan Islam Liberal (JIL) tidak henti-hentinya menghina ajaran Islam dan menyakiti umat Islam, kali ini di akun twitternya ia menyatakan pembolehan memajang gambar atau foto Nabi Muhammad Sholallahu alaihi Was Salam, karena menurutnya larangan menggambar Nabi SAW hanyalah sebuah dogma yang sudah kuno.
“Larangan menggambar Nabi Muhammad itu menurut saya dogma yg sudah usang.” Kata Ulil  dalam kicauannya di Twitter (24/5).
Dia pun menilai bahwa mempeributkan gambar Nabi Muhammad hanyalah hal yang sia-sia.”Ngga ada gunanya umat Muslim ribut, bahkan di beberapa negara sampai demo gede2an, gara2 Nabi Muhammad digambar.” Ujar pria yang pernah disasar bom buku ini dalam twitternya.
Ulil pun mencoba mendebat landasan larangan penggambaran sosok Nabi Muhammad SAW.
“Apa alasannya Nabi Muhammad ngga boleh digambar? Takut beliau disembah? Siapa yg mau nyembah gambar? Pakai otak dong!” lontarnya.
Berikut ini beberapa kultwitt Ulil yang mencoba mendekonstruksi hukum larangan menggambar nabi Muhammada SAW.
Ada yg tanya: apa anda pernah lihat Nabi Muhammad kok bisa menggambarnya? Apa gambaran harus persis? Kaidah dari mana itu?
Walaupun tak digambarkan scr visuil, sebetulnya Nabi Muhammad sudah digambarkan scr verbal di buku2 sirah. Ciri2 fisiknya lengkap
Baca Tarikh Tabari, ada bab khusus soal ciri2 fisik Nabi, digambarkan dg detil. Itu jg penggambaran jg
Ndak ada gunanya umat Islam ribut soal Nabi Muhammad digambar. Dlm sejarah Islam klasik, sudah sering Nabi digambar. Baca sejarah dong!
Lagi pula, saya baca argumen ulama ttg larangan menggambar Nabi, tak ada argumen yg meyakinkan.
Masak agama sudah berumur 1400 tahun lebih, umatnya masih takut gambar akan disembah? Lalu ke mana dakwah selama ini? Tak ada pengaruhnya?
Ulil membahas persoalan ini diduga, merespon isu yang sedang hangat terkait peredaran buku pelajaran sekolah yang memuat ilustrasi gambar Nabi Muhammad SAW  di sejumlah sekolah di kota Solo. (bilal/arrahmah.com) Kamis, 24 Mei 2012 13:37:08
***
Ulil sama dengan mengolok-olok Al-Qur’an
 Ungkapan Ulil: Masak agama sudah berumur 1400 tahun lebih, umatnya masih takut gambar akan disembah? Lalu ke mana dakwah selama ini? Tak ada pengaruhnya?
Kalau Ulil masih punya malu, dia akan menyadari bahwa dia telah mengolok-olok Al-Qur’an dengan ungkapannya itu. Karena dalam Al-Qur’an, justru orang-orang Ahli Kitab dengan berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Al-Hadid/ 57: 16).
Ini ayatnya:
ألَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنْ تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلَا يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ  [الحديد : 16]
16. Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS Al-Hadid/ 57: 16).
Masih mau ngeyel, wahai Ulil?
(nahimunkar.com)

Dalam literatur Psikologi Islam, gagasan liberal ternyata bukan saja terkait problematika pemikiran, namun juga mental. Mental yang sakit akan membuat seseorang mudah terjebak dalam corak berfikir menyimpang. Artinya mental yang kuat akan sangat menentukan untuk membantuk iman yang sehat.
Profesor Syamsu Yusuf adalah Guru Besar Bimbingan dan Konseling Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung yang sangat concern mengkaji hal itu. Tidak hanya itu, Prof. Syamsu juga merupakan salah satu pakar yang memfokuskan diri untuk mengkaji masalah Mental Hygiene (Kesehatan Mental) khususnya dalam frame atau perspektif Islam.
Di tengah kesibukannya, aktivis Institut Pemikiran Islam dan Pembangunan Insan (PIMPIN), Rushdie Kasman, berhasil mewawancarai Prof. Syamsu (panggilan akrab) tentang kepribadian sekularis dalam perspektif Psikopatologi Islam.
Bisa Anda Jelaskan Makna Mental Hygiene?
Mental hygiene merupakan proses atau upaya yang dilakukan untuk menjaga dan merawat mental seseorang, dan mental hygiene itu sendiri memiliki fungsi biasanya dalam lingkup pendidikan, di antaranya fungsi preventif atau pencegahan, perbaikan atau ameliorative dan suportif atau pengembangan. Kesehatan mental sendiri memiliki keterkaitan dengan penyesuaian diri, yaitu penyesuaian diri yang normal (well adjustment) yang berlawanan dengan maladjustment.
Apa perbedaan mental hygiene dengan Psikopatologi?
Psikopatologi merupakan bagian dari mental hygiene. Psikopatologi merupakan indikasi mental yang tidak sehat.

Apa yang menjadi ciri individu yang sehat mental?
Sebagaimana disebutkan tadi, individu yang sehat mental apabila mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannya, terhindar dari gangguan jiwa (neurosis). Neurosis atau gangguan jiwa itu berbeda dengan sakit jiwa atau psikosis, selain itu ciri mental yang sehat jika individu mencapai kebahagian pribadi dan orang lain.
Bagaimana ciri mental hygiene dalam perspektif Islam?
Kalau dalam Islam, mental hygiene didasarkan pada al Qur’an dan hadits. Ciri orang yang memiliki kesehatan mental di antaranya, jujur, tidak iri, saling menolong, rajin beribadah. Initnya, orang yang memiliki mental yang sehat apabila mengikuti perintah Allah dan Rasulnya.
Saat ini, sebagian besar umat Islam telah terjangkit virus sekuler-liberal, bagaimana hal ini ditinjau dari perspektif mental hygiene (berperspektif Islam)?
Mental itu kan terkait dengan cara atau pola berpikir. Islam itu adalah agama yang menyeimbangkan antara duniawi dan ukhrawi. Oleh karena itu, segala sikap dan perilaku maupun tindakan yang kita lakukan seharusnya diseimbangkan antara duniawi dan ukhrawi jangan dipisahkan. Pemisahan antara duniawi dan ukhrawi inilah yang disebut dengan sekuler. Jadi kita umat Islam saat ini hanya merasa menjadi muslim ketika berada dalam Masjid, namun setelah keluar dari masjid kita bebas melakukan maksiat.
Terkait perilaku sekularis dan liberalis, itu kan bertentangan dengan ajaran Islam. perlu saya tegaskan kembali, faktor mental juga erat kaitannya dengan cara berpikir, jika hal itu (cara berpikir) diarahkan pada cara yang salah menurut Al Qur’an dan Hadits, misalnya perilaku sekularis dan liberalis yang selalu atau mencoba memisahkan hal-hal yang bersifat duniawi dan ukhrawi maupun merubah hukum-hukum Tuhan, maka dalam perspektif Islam itu dapat dikategorikan sakit mental.
Sumber: http://www.eramuslim.com/berita/bincang/pakar-kejiwaan-berfikir-liberal-bagian-dari-penyakit-mental.htm

(Keterangan tentang tokoh2 yang berkaitan akan dilengkapi sedikit demi sedikit)
------
Hati2 dengan ucapan, tulisan, dan pemikiran orang2 di bawah ini agar tidak tersesat dunia dan akhirat:

Daftar 50 TOKOH JIL INDONESIA

A. Para Pelopor
1. Abdul Mukti Ali
2. Abdurrahman Wahid
3. Ahmad Wahib
4. Djohan Effendi
5. Harun Nasution [1]
6. M. Dawam Raharjo [1]
7. Munawir Sjadzali
8. Nurcholish Madjid [1][2]

B. Para Senior
9. Abdul Munir Mulkhan [1]
10. Ahmad Syafi’i Ma’arif [1][2]
11. Alwi Abdurrahman Shihab
12. Azyumardi Azra [1]
13. Goenawan Mohammad
14. Jalaluddin Rahmat [1][2]
15. Kautsar Azhari Noer
16. Komaruddin Hidayat
17. M. Amin Abdullah
18. M. Syafi’i Anwar
19. Masdar F. Mas’udi [1]
20. Moeslim Abdurrahman
21. Nasaruddin Umar
22. Said Aqiel Siradj [1]
23. Zainun Kamal

C. Para Penerus “Perjuangan”
24. Abd A’la
25. Abdul Moqsith Ghazali [1]
26. Ahmad Fuad Fanani
27. Ahmad Gaus AF
28. Ahmad Sahal
29. Bahtiar Effendy
30. Budhy Munawar-Rahman
31. Denny JA [1]
32. Fathimah Usman
33. Hamid Basyaib
34. Husein Muhammad
35. Ihsan Ali Fauzi
36. M. Jadul Maula
37. M. Luthfie Assyaukanie [1]
38. Muhammad Ali
39. Mun’im A. Sirry
40. Nong Darol Mahmada
41. Rizal Malarangeng
42. Saiful Mujani
43. Siti Musdah Mulia [1][2]
44. Sukidi
45. Sumanto al-Qurthuby
46. Syamsu Rizal Panggabean
47. Taufik Adnan Amal
48. Ulil Abshar-Abdalla [1][2][3]
49. Zuhairi Misrawi
50. Zuly Qodir

Tambahan:

Judul Buku : 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia : Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme dan Liberalisme

Penulis : Budi Handrianto
Halaman : 295 + xxvi paperback (softcover)
Cetakan 1 : Juni 2007
Penerbit : Hujjah Press (kelompok Penerbit Al Kautsar

---- Link dan buku ---
1. Ada Pemurtadan di IAIN (acara bedah buku)
2. Kontroversi Revisi Kompilasi Hukum Islam
3. Proyek Liberalisasi Islam di Indonesia
4. JIL: 6 tahun menebar sesat (1)(2)
5. Menangkal Bahaya JIL dan FLA dan (soft copy)
6. Politik pecah belah ala RAND Corporation
7. Nasib Tragis Lokomotif Penyesat Umat
8. Kritik Reinterpretasi dan Liberalisasi Penafsiran
9. Membongkar Kedok JIL

1. Apa itu Islam liberal?
Islam Liberal adalah suatu bentuk penafsiran tertentu atas Islam dengan landasan sebagai berikut:
a. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).
b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.
Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.
c. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
d. Memihak pada yang minoritas dan tertindas.
Islam Liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas di sini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, jender, budaya, politik, dan ekonomi.
e. Meyakini kebebasan beragama.
Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.
f. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang negara agama (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.
2. Mengapa disebut Islam Liberal?
Nama “Islam liberal” menggambarkan prinsip-prinsip yang kami anut, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. “Liberal” di sini bermakna dua: kebebasan dan pembebasan. Kami percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Kami memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu “liberal”. Untuk mewujudkan Islam Liberal, kami membentuk Jaringan Islam Liberal (JIL).
3. Mengapa Jaringan Islam Liberal?
Tujuan utama kami adalah menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada masyarakat. Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk siapapun yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal.
4. Apa misi JIL?
Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang kami anut, serta menyebarkannya kepada seluas mungkin khalayak.
Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme. Kami yakin, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran dan gerakan Islam yang sehat.
Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.



JAKARTA (VoA-Islam) - Nongkrong di komunitas liberal ”Salihara” ibarat duduk di atas bara. Setiap kali menyimak obrolan anak-anak muda di komunitas itu, bisa membuat gendang telinga ini mendidih. Pembicaraan mereka adalah seputar penolakan terhadap syari’at, menggunjing gerakan Islam anti-liberal, hingga meledek penegak amar ma’ruf nahi mungkar. Hanya tawa dan olok-olok yang terdengar. Seperti itulah suasana di komunitas liberal yang pernah Voa-Islam telusuri.
Banyak agenda yang mereka gelar dalam setiap event. Seolah-olah tak ada ruang kosong dan waktu yang luang untuk tidak mengasongkan dagangan mereka: sekularisme, pluralisme, liberalisme, relativisme, multikulturalisme dan sebagainya. Berbagai kegiatan diskusi, seminar, bedah buku, pemutaran film, hingga pergelaran seni-budaya menjadi bagian dari aktivitas mereka.
Yang membuat anak-anak muda betah dengan komunitasnya adalah suasana tempat yang nyaman untuk nongkorong. Komunitas yang berlokasi di bilangan Pasar Minggu, Jakarta Selatan itu memiliki gedung yang dirancang dengan konstruksi bangunan yang unik, asri dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti toko buku, perpustakaan, cafe, ruang theater, ruang diskusi hingga hotspot.
Sambil ngopi atau ngeteh, anak-anak muda itu merasa at home, seperti di rumah sendiri. Mereka bisa mengisi waktunya dengan membaca, on line, atau sekadar ngobrol dengan teman-teman se-visi. Mereka seperti menemukan keluarga baru. Sangat disayangkan komunitas budaya ini dinodai oleh pemikiran sepilis yang sering diasongkan di tempat ini.
Sekelumit Komunitas Salihara
Dalam sebuah situsnya dipaparkan, Komunitas Salihara adalah sebuah kantong budaya yang berkiprah sejak 8 Agustus 2008, dan pusat kesenian multidisiplin swasta pertama di Indonesia.
 Berlokasi di atas sebidang tanah seluas sekitar 3.800 m2 di Jalan Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, kompleks Komunitas Salihara terdiri atas tiga unit bangunan utama: Teater Salihara, Galeri Salihara, dan ruang perkantoran. Saat ini, Teater blackbox Salihara adalah satu-satunya yang ada di Indonesia. Pada saat ini kompleks Komunitas Salihara sedang diperluas dengan tambahan fasilitas untuk studio latihan, wisma seni dan amfiteater.
Komunitas Salihara dibentuk oleh sejumlah sastrawan, seniman, jurnalis, dan peminat seni. Sejak berdiri, Komunitas Salihara telah menampilkan berbagai macam acara seni dan pemikiran; sebagian datang dari mancanegara, dan berkelas dunia pula.
Pernah didapuk sebagai “The Best Art Space” (2010) oleh majalah Time Out Jakarta dan sebagai satu dari “10 Tempat Terunik di Jakarta” (2010) versi Metro TV, arsitektur Komunitas Salihara juga dinobatkan sebagai “Karya arsitektur yang menerapkan aspek ramah lingkungan” oleh Green Design Award 2009.
Saat ini Komunitas Salihara banyak dikunjungi oleh masyarakat yang ingin menikmati program-program kesenian dan pemikiran, klasik dan mutakhir, dan bermutu tinggi. Di samping itu, Komunitas Salihara menjadi tempat berkumpul bagi berbagai kelompok minat—misalnya sastrawan, pembuat film, koreografer, arsitek muda, peminat filsafat, penerjemah, pencinta buku, dan lain-lain. Komunitas Salihara dapat juga disebut pusat kebudayaan alternatif: ia tidak dimiliki oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, ataupun kedutaan asing.
Visi Komunitas Salihara adalah memelihara kebebasan berpikir dan berekspresi, menghormati perbedaan dan keragaman, serta menumbuhkan dan menyebarkan kekayaan artistik dan intelektual. Di Indonesia saat ini, yang sudah menjalankan demokrasi elektoral dalam dua dasawarsa terakhir, kebebasan berpikir dan berekspresi masih sering terancam dari atas (dari aparat Negara) maupun dari samping (dari sektor masyarakat sendiri, khususnya sejumlah kelompok yang mengatasnamakan agama dan suku).
Dalam pemrograman, Komunitas Salihara memprioritaskan kesenian-kesenian baru. Kebaruan ini adalah, bagi kami, bukan hanya menandakan masyarakat pendukung kesenian yang dinamis, tapi juga sikap kreatif terhadap berbagai warisan kesenian Indonesia dan dunia. Komunitas Salihara mengajak penonton untuk mendukung kebaruan ini. Namun diperlukan proses yang agak panjang untuk mencapai situasi ideal ini.
Komunitas Salihara masih menampilkan kesenian yang bersifat “biasa”, yang di anggap bisa menjadi jembatan bagi penonton umum untuk menuju kesenian baru. Diharapkan, pada tahun-tahun mendatang, Komunitas Salihara dapat mementaskan lebih banyak lagi kesenian baru dan memperluas lingkaran penonton yang berwawasan baru pula.
Dalam menjalankan program-programnya, Komunitas Salihara dibantu oleh berbagai lembaga, terutama lembaga-lembaga swasta maupun perorangan. Di samping itu Komunitas Salihara selalu berusaha bekerjasama dengan sejumlah lembaga asing—misalnya pusat-pusat kebudayaan asing yang ada di Jakarta—untuk mendatangkan sejumlah kelompok ke Indonesia.
Dari Utan Kayu ke Komunitas Salihara
Komunitas Salihara berdiri pada 2008, tetapi sejarahnya telah dimulai sejak 1994. Sekitar setahun setelah majalah Tempo diberedel pemerintah Orde Baru pada 1994, sebagian pengasuh majalah tersebut, bersama sejumlah wartawan, sastrawan, intelektual dan seniman mendirikan Komunitas Utan Kayu. Berbentuk sebuah kantong budaya di Jalan Utan Kayu 68H, Jakarta Timur, Komunitas Utan Kayu terdiri atas Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Galeri Lontar, Teater Utan Kayu (TUK), Kantor Berita Radio 68H, dan Jaringan Islam Liberal.
Tiga di antaranya yang bergerak di lapangan kesenian—Galeri Lontar, Teater Utan Kayu, dan Jurnal Kebudayaan Kalam (jurnal ini terbit sejak awal 1994, dengan dukungan penuh majalah Tempo)—secara terus-menerus berupaya menumbuhkan dan menyebarkan kekayaan artistik dan intelektual, baik melalui pertunjukan kesenian, pameran seni rupa, ceramah dan diskusi tentang beragam topik, maupun lewat tulisan yang diterbitkan Kalam.
Galeri Lontar memamerkan karya para seniman dalam dan luar negeri berupa gambar, lukisan, karya grafis, foto, patung, atau instalasi—terutama berdasarkan kualitas dan semangat inovatifnya. Galeri ini telah memperkenalkan para seniman yang kini menempati posisi terdepan dalam khazanah seni rupa Indonesia.
Teater Utan Kayu secara berkala menyelenggarakan pementasan lakon, musik, tari, pemutaran film, serta ceramah dan diskusi tentang kebudayaan, seni, dan filsafat. Teater ini memberi ruang seluas-luasnya bagi seniman dari khazanah tradisi maupun seniman mutakhir yang ingin bereksperimen dan menawarkan kebaruan.
Komunitas Utan Kayu pun sudah biasa mengelola kegiatan berskala internasional, di antaranya Jakarta International Puppetry Festival (2006), Slingshort Film Festival (2006), dan International Literary Biennale yang berlangsung tiap dua tahun sejak 2001.
Setelah berusia sekitar satu dekade, sayap kesenian Komunitas Utan Kayu bertekad meneruskan dan mengembangkan apa yang telah dicapai. Demi menampung perluasan aktivitas itu, para pendiri dan pengelolanya lantas mengambil prakarsa membangun kompleks Komunitas Salihara.
Dari segi rancang bangun, kompleks Komunitas Salihara dapat dipandang sebagai sebuah percobaan arsitektur yang unik. Ia karya tiga arsitek dengan kecenderungan masing-masing—gedung teater dirancang oleh Adi Purnomo, gedung galeri oleh Marco Kusumawijaya, dan gedung perkantoran oleh Isandra Matin Ahmad. Ketiganya kemudian duduk bersama untuk memadukan rancangan ke dalam visi yang sama: membangun rumah baru bagi kesenian dan pemikiran yang ramah lingkungan dan hemat energi.
Berdiri sejak 2008, Komunitas Salihara tumbuh bersama khalayak yang makin cerdas, terbuka, dan demokratis. Para pengelolanya percaya bahwa kepiawaian di bidang seni adalah investasi yang tak ternilai bagi pertumbuhan masyarakat Indonesia sejak hari ini. Khalayak adalah bagian sangat penting dalam menyuburkan kepiawaian tersebut. Desastian



JAKARTA (voa-islam.com) - Pernyataan ngawur Aktivis Jaringan Islam Liberal (JIL) membuat berang sejumlah tokoh dan intelektual muslim yang benar-benar memiliki background keislaman yang memadai.
Bachtiar Nasir, Sekretaris Jenderal Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia  (Sekjen MIUMI), misalnya, menilai Ulil Abhsar Abdallah sebagai sosok yang bebal dan ngeyel karena berani menantang azab Tuhan.
Kecaman Bachtiar terhadap Ulil disampaikan saat menyampaikan materi tentang watak keras Bani Israel dalam Al-Quran di Islamic Center Ar-Rahman Quranic Learning (AQL) Tebet, Jakarta Selatan (Kamis, 10/05/2012).
"Dalam sejarah, Bani Israel dikenal keras dan ngeyel. Diajak beriman kepada Allah, malah minta penampakkan Tuhan dalam bentuk materi (kasat mata). itu kan ngeyel", paparnya.
"Mirip Ulil",  ujarnya geram.
Komentar Direktur AQL ini terkait pernyataan Ulil dalam tweeternya  yang menantang azab yang diturunkan kepada kaum Luth sebagaimana yang ceritakan dalam Al-Quran Surat Al-A’raf: 80-84.
Al-Quran mengisahkan, kaum Sodom, umat nabi Luth AS diadzab oleh Allah karena  suka melakukan perkawinan sejenis.
“Dan (Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelum kalian. "
"Sesungguhnya kalian mendatangi laki-laki untuk melepaskan syahwat, bukan kepada wanita; malah kalian ini kaum yang melampaui batas."
"Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka dari kotamu ini, sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri."
"Kemudian Kami selamatkan dia dan pengikut-pengikutnya kecuali istrinya; dia termasuk orang-orang yang tertinggal (dibinasakan). Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berdosa itu.”
"Kalau memang benar Kaum Luth diazab, kenapa Allah tidak menurunkan azab yang sama di zaman sekarang?" celoteh Ulil di Tweeter. [Widad/Masdar Helmi].

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.