Articles by "Islam Amerika"

Tampilkan postingan dengan label Islam Amerika. Tampilkan semua postingan

MUSLIM AS
Kepala Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) di New York mengatakan, serangan terhadap muslim terus meningkat di AS menjelang musim pemilu, Press TV melaporkan.
"Kami melihat serangan terhadap Muslim meningkat lagi karena ini merupakan musim pemilu," kata Zead Ramadhan kepada Press TV, Ahad (13/5/12).
"Setiap kali ada siklus pemilihan, beberapa orang seperti Newt Gingrich, Santorum, dan bahkan Mitt Romney telah membuat beragam komentar negatif tentang Muslim, dan membuat orang berpikir bahwa jika seseorang mencalonkan diri sebagai presiden, ia harus bisa memberi komentar negatif dan menyebarkan retorika negatif tentang Muslim ... Saya pikir ini sangat berbahaya, "tambahnya.
Ramadhan meminta pemerintah AS untuk mengatasi masalah ini. "Kami harus melindungi Muslim-Amerika seperti kita melindungi Yahudi Amerika, Afrika Amerika, Cina Amerika, atau etnis lain dari kelompok yang ditargetkan karena kefanatikan," katanya.
Baru-baru ini telah terungkap bahwa program militer AS menggambarkan Islam sebagai musuh Amerika Serikat.
Latihan militer ini menganjurkan "perang total" melawan semua Muslim di dunia, termasuk serangan nuklir keatas kota-kota suci Mekkah dan Madinah dan memusnahkan populasi muslim sipil. Pentagon telah mengkonfirmasi materi pelatihan yang ditemukan di situs Web mereka adalah otentik.(presstv)

New York, Mukminun.com – Kursus anti-Islam kedua yang sedang diajarkan kepada pejabat militer AS kembali terbongkar menyusul penemuan sebelumnya bahwa pihak militer AS mengajarkan “perang total” melawan umat Islam.

Kantor Al-Jazeera memperoleh materi kursus tersebut dari sebuah kelas yang diajarkan di sebuah markas militer AS di Virginia yang menanamkan doktrin bahwa kelompok Hamas telah menyusup ke dalam ring satu pemerintahan AS.

Materi powerpoint yang diperoleh Al-Jazeera mengajarkan kepada peserta didiknya bahwa ada keterikatan antara Dewan Hubungan Islam-Amerika (CAIR), dan organisasi-organisasi Muslim lainnya di AS, dengan kelompok perjuangan Hamas.

Kedua kursus doktrinisasi anti-Islam yang ditemukan di pelatihan militer AS diketahui telah dijalankan oleh sebuah institusi nirlaba yang bergerak pada penyediaan kelas dan pelatihan kepada pejabat militer dan pemerintahan AS.

Salah satu slide dalam powerpoint tersebut mengatakan bahwa Konvensi Jenewa tidak lagi relevan saat sedang berperang melawan umat Islam.

Ratusan slide yang diajarkan di Virginia tersebut kemudian dikirimkan ke beberapa media ternama di dunia oleh seorang prajurit yang tidak ingin diketahui identitasnya, yang mengatakan bahwa materi yang ia peroleh sebagai sesuatu yang menjijikkan dan “ga Amerika banget.”

Materi tersebut kemudian diketahui sebagai bagian dari sebuah pelatihan yang bertopik “Memahami Ancaman terhadap America” yang disampaikan oleh Joint Forces Staff College by Army Lieutenant Colonel Matthew Dooley.

Sang pendoktrin, Dooley, sendiri kini telah dibebastugaskan dari Departement Pertahanan AS, namun masih bekerja sebagai staff pengajar di kampus tersebut.

Di materi kursus yang lain, diketemukan sebuah judul “Jadi Apa Yang Bisa Kita Lakukan?” yang di dalamnya mengajarkan tentang penggunaan bom nuklir ketika suatu saat akan menyerang Mekkah dan Madinah.

Ibrahim Hooper dari CAIR menanggapi hal tersebut sebagai upaya menjadikan Islam sebagai musuh warga Amerika dan juga merupakan upaya untuk meminggirkan umat Islam di Amerika.

“Niat dari para trainer tersebut adalah mengkaburkan citra baik Islam dan meminggirkan umat Islam Amerika,” kata Ibrahim Hooper. (DailyMail/Mukminun)



Seperti dilansir oleh BBC, Jum'at lalu, akhirnya tokoh-tokoh militer Amerika Serikat membuka kedoknya sendiri. Di Akademi militer Sekolah Staf Gabungan Angkatan Bersenjata di Norfolk, Virginia, mereka sedang mempersiapkan pemimpin masa depan. Jenis pemimpin masa depan Amerika Serikat itu, yang akan melakukan perang total melawan 1,4 miliar Muslim diseluruh dunia.
Para pemimpin militer Amerika Serikat itu, tidak ada lagi terminologi dalam benak mereka yang disebut Islam moderat. Semua penganut Islam, dipandang oleh mereka sebagai ancaman bagi Amerika Serikat. Inilah pandangan para pemimpin militer dan politik di masa  depan Amerika Serikat, yang sekarang ini dipersiapkan di Akademi Militer - Sekolah Staf Gabungan Angkatan Bersenjata di Norfolk, Virginia.
Ancaman masa depan  bagi keamanan Amerika Serikat, bukan lagi kelompok-kelompok bersenjata, teroris, jihadis, dan kaum ekstrimis. Tetapi semua penganut atau pemeluk Islam dipandang sebagai ancaman, yang sangat membahayakan keamanan Amerika Serikat. Menghadapi ancaman ini, para pemimpin masa depan Amerika Serikat itu, bahkan dibolehkan meninggalkan  konvensi Jenewa, di mana dibolehkan menyerang sasaran sipil. Tidak lagi dipedulikan.
Letnan  Kolonel Mattew Dooley, salah satu tokoh militer, yang mengajar di Sekolah Staf Gabungan Angkatan Bersenjata di Norfolk itu, menggambarkan perang total, bahkan para pemimpin baru Amerika yang sedang dididik di Norfolk itu, disuguhi sebuah opsi menggunakan bom atom, yang akan digunakan memusnahkan kota-kota di negeri-negeri Muslim di seluruh dunia.
Mattew Dooley, tak kurang-kurang, begitu sangat luar biasa ketakutannya terhadap dunia Muslim, serta harus memusnahkan kota Maakkah dan Madinah, yang dipandang sebagai ‘episentrum’ (pusat) ancaman terhadap Amerika Serikat.
Makkah dan Madinah yang setiap tahun dikunjungi jutaan orang berkumpul, dan melaksanakan ibadah haji itu, harus direduksi (dihancurkan), agar tidak lagi menjadi tempat berkumpulnya Muslimin di seluruh dunia. Bahkan, Amerika Serikat akan menggunakan bom atom, seperti ketika Amerika Serikat menghancurkan Hiroshima dan Nagasaki dalam Perang Dunia II.
Betapapun, Saudi Arabia, pemerintahannya sudah tunduk dibawah pengaruh Amerika Serikat, tetapi para pemimpin militer Amerika Serikat, masih menempatkan posisi Arab Saudi, tetap menjadi sumber ancaman keamanan nasional Amerika. Arab Saudi yang disebut sebagai sumber lahirnya faham ‘Wahabi’ itu, dalam persepsi para pemimpin Amerika adalah ancaman yang sangat menakutkan.
Tidak ada pilihan lain, dibenak para pemimpin Amerika Serikat, yang sekarang sedang dipersiapkan di Sekolah Gabungan Angkatan Bersenjata Amerika itu, kecuali menghancurkan secara total. Menghancurkan dengan menggunakan kekuatan nuklir. Inilah sebuah skenario masa depan yang sedang dipersiapkan terhadap dunia Islam oleh Amerika Serikat.
Para pemimpin  masa depan Amerika Serikat itu, hanya melihat satu pilihan, yaitu menggunakan kekuatan militer, menghadapi kekuatan 1,4 miliar Muslim, yang menyebar di seluruh dunia. Amerika Serikat akan menggunakan kekuatan militer yang dimilikinya, mereduksi atau mengeliminasi  (menghapus) ancaman secara total dari Muslim di seluruh dunia, yang dipandang sebagai ancaman masa depan Amerika Serikat.
Pandangan ini sudah lama, dan dimulai ketika Presiden George Bush, mendeklarasikan perang ‘war on terror’, usai peristiwa 11 September 2001, yang dimaksudkan permakluman perang terhadap dunia Islam. Kemudian, Amerika Serikat melakukan invasi (pendudukan) militer ke Afghanistan dan Irak. Perang dengan segala implikasinya yang melibatkan sekutu-kutunya.
Para pemimpin Amerika Serikat, banyak dipengaruhi kelompok ‘Neo-kon’ (Neo-konservatif), gabungan antara kelompok ‘hawk’ (elang), yang merupakan kumpulan tokoh garis keras dari Yahudi dan Kristen,  yang telah mengumandangkan perang dingin sejak zamannya Soviet. Mereka inilah yang mendorong Bush melakukan invasi militer ke Afghanistan dan Irak.
Usai perang dingin menghadapi Soviet, mereka sekarang mengarahkan ancaman itu kepada dunia Islam. Islam dipandang sebagai ancaman baru bagi Amerika Serikat. Eskalasi perang terus berlangsung di seluruh dunia Islam. Di Asia, Timur Tengah, dan Afrika, yang melibatkan operasi milirter besar-besaran Amerika, hingga  hari ini. Inilah warisan kelompok 'Neo-kon' yang terus berlangsung, dan terus mengemundangkan perang terhadap dunia Islam.
Generasi baru yang merupakan pembawa misi kelompok ‘Neo-kon’ itu, terus melanjutkan misi mereka. Mereka melakukan regenerasi, terutama ditubuh militer Amerika Serikat. Tokoh-tokoh baru dikalangan militer Amerika Serikat ini,diharapkan akan mewarisi kepemimpin masa depan Amerika Serikat, yang akan menghadapi ancaman masa depan, khususnya dari dunia Islam.
Letnan kolonel Mettaw Dooley telah mempersiapkan kepemimpinan baru di lingkungan militer Amerika Serikat yang akan membawa misi penyelamatan bagi masa depan Amerika Serikat dengan mengobarkan perang total melawan 1,4 miliar Muslim di seluruh dunia.
Nampaknya, para pemimpin militer Amerika Serikat tidak memiliki pilihan, kecuali harus melakukan perang total terhadap dunia Islam. Dalam persepsi para pemimpin Amerika Serikat,  Islam dan Muslim tetap menjadi ancaman keamanan mereka. Mereka tidak ada lagi terminologi Islam moderat atau fundemantalis, semua Muslim dipandang sebagai ancaman.
Sikap dan persepsi para pemimpin baru Amerika Serikat ini, justru akan menciptakan situasi ketidakstabilan terhadap keamanan dunia. Amerika Serikat menciptakan perang dingin baru, persis seperti ketika Amerika Serikat menghadapi Soviet, yang dipandang menjadi ancaman keamanan global bagi Amerika Serikat.
Bersiap-siaplah kaum wahai Muslimin menghadapi ancaman baru para pemimpin militer Amerika Serikat, yang membuat skanerio perang global itu.
Inilah kesempatan meraih pahala sebesar-besarnya dari Allah Azza Wa Jalla, yaitu kemuliaan disisi-Nya, dan surga-Nya. Tak ada jalan lain, menghadapi ancaman Amerika Serikat itu, kecuali dihadapi dengan memohon pertolongan dari Allah Rabbul Alamin. Wallahu’alam

Pihak militer Amerika Serikat (AS) mengaku, tragedi pembakaran Al-Qur'an di Afghanistan beberapa waktu lalu membuat tentara AS di Afghanistan mengalami kemunduran drastis. Komandan AS di Afghanistan, Jenderal John Allen, menyampaikan hal itu di depan Komisi Militer DPR AS di Washington.

''Sejak 1 Januari, koalisi telah kehilangan 60 tentara dari enam negara. Sekitar 13 orang terbunuh diduga dilakukan pasukan keamanan Afghanistan yang dimotivasi juga oleh pembakaran Al-Qur'an,'' ungkap Allen.

Ini adalah pernyataan resmi pertama militer AS sejak tragedi pembakaran Al-Qur'an oleh personel tentara AS, Februari lalu.

''Sejak tragedi pembakaran Qur'an oleh militer AS, terjadi gelombang aksi protes di beberapa tempat, bahkan beberapa terjadi kekerasan. Akibatnya, 32 warga Afghanistan kehilangan tempat tinggal dan terluka,'' tambahnya.

Puluhan warga Afghanistan terbunuh dan beberapa lainnya terluka setelah gelombang protes anti-AS berubah menjadi ajang kekerasan di seluruh Afghanistan. Mereka menuntut adanya hukuman atas mereka yang terlibat dalam tragedi pembakaran Al-Quran itu.

Selain di Afghanistan, kasus pembakaran Al-Qur'an itu juga menimbulkan protes yang meluas ke sejumlah negara, baik di kawasan Timur Tengah ataupun Asia. Di sejumlah negara protes massa terjadi seperti di Turki. Sedangkan di negara lain seperti Indonesia, secara resmi Majelis Ulama Indonesia (MUI) memprotes dengan mengirim surat ke kedutaan besar AS. [IK/Rpb/bsb]

“As salamu’alaikum!” Omar memberi salam ketika masuk ke dalam Masjid Mesquita da Luz, Masjid pertama di Rio De Janeiro, Brazil, Amerika Latin dimana ia baru saja berbuka puasa pada bulan Ramadhan (tahun lalu) di waktu petang.Hanya ada beberapa kata yang Omar ketahui dalam bahasa Arab, dan dengan cepat ia melanjutkan percakapannya dengan bahasa Portugis dengan saudara-saudara Muslim yang kebanyakan seperti dia, yang baru masuk Islam di negara Katolik terbesar di dunia itu.


Di tanah yang lebih banyak dikenal dengan bikini dan Karnival Ekstravagansa (hura-hura berlebihan) yang menampilkan para wanita berpakaian minim, namun tumbuh sekelompok kecil Muslim dari berbagai latar belakang.Selama beberapa dekade, terutama keluarga keturunan Libya, Palestina dan Suriah yang datang mempraktekkan Islam di Brazil.
Omar (34), yang empat tahun lalu baru diresmikan sebagai Imam Katolik di gereja lokal, menjelaskan mengapa ia memeluk Islam. “Saya menemukan di dalam Islam segala sesuatu yang saya selalu cari. Saya menemukan Allah sebagaimana mestinya Dia, dengan tidak ada adaptasi,” pria yang berprofesi sebagai Desainer Grafis itu bercerita kepada AFP.
Memakai jubah panjang (gamis), Omar menolak untuk memberikan nama aslinya (sebelum masuk Islam –red), malahan ia hanya mengungkapkan satu nama Muslim-nya: Omar Israfil Dawud bin Ibrahim,
Pada saat seminar, anda belajar bahwa Islam adalah agama Monoteistik (Tauhid). Tidak ada prasangka terhadap agama ini,” ujar Omar yang sedang berada di samping istrinya, Alessandra Faria, yang berganti nama menjadi Fatima setelah masuk Islam dan memtuskan untuk memakai jilbab. “Awalnya, ibu saya merasa malu karena memikirkan (bagaimana) pergi keluar dengan saya. Saya memakai jilbab untuk menunjukkan bahwa saya seorang Muslim dan sadar bahwa saya bagian dari monoritas,” kata Fatima.
Hijab Fatima mungkin dihadapi oleh orang-orang yang mengerutkan dahi dan menaikkan alis di Rio, dimana lebih sering terlihat para wanita berjalan di jalanan dengan memakai bikini di lingkungan pantai, tetapi ia mengatakan bahwa keyakinannya dapat menemukan tempat disini. “Brazil beragam, terdiri dari beberapa budaya yang berbeda. Keberagaman itu yang membuat orang-orang Brazil sangat mudah beradaptasi dan toleran,” menurutnya.
Seperti kebanyakan Muslim disini, Omar dan Fatima adalah orang-orang yang baru masuk Islam. Mereka berencana untuk pergi ke Saudi Arabia tahun depan atas bantuan pemerintah Saudi untuk belajar Arab.
Renovasi pada Masjid yang mereka hadiri di pinggiran Utara Tijuca di Rio telah berlangsung selama empat tahun lalu dengan donasi dari para Jama’ah. Masjid itu menampung hingga 400 orang pada saat shalat, kenaikan yang besar.
“Jumlah Umat Islam terus berkembang, dan kebanyakan adalah orang-orang Brazil yang masuk Islam. Kami mengajak anggota (mengajak orang-orang masuk Islam –red) kebanyakan melalui online,” kata Sami Isbelle, seorang juru bicara Masyarakat Muslim Dermawan (SBMRJ).
“Di Rio, ada sekitar 500 keluarga Muslim, 85 persen dari mereka adalah orang-orang Brazil yang masuk Islam yang tidak memiliki hubungan dengan orang Arab,” kata Isbelle.
Berbeda halnya dengan di wilayah Sao Paulo, daerah Brazil Selatan, dimana kebanyakan Muslimin adalah lahir dari keturunan Arab.
Sensus Brazil tidak menghitung jumlah Umat Islam, dan hanya mendata orang-orang Katolik, Evangelis, Yahudi, spiritualis dan para pengikut agama Afro-Brazil. “Umat Islam didata di kategori ‘lain’, bersama dengan orang-orang Buddha, misalnya,” kata ahli Islam, Paulo Pinto dari Universitas Federal Fuminense, yang memperkirakan Brazil adalah rumah dari sekitar satu juta Kaum Muslimin.
Berdasarkan laporan Pinto, indikator terbaik dari pertumbuhan Islam di negara Brazil adalah peningkatan jumlah tempat Ibadah (Masjid). Sekarang ada 127 Masjid, empat kali lebih banyak dari tahun 2000.
Setelah tragedy serangan 11/9 di Amerika Serikat, “ada pertumbuhan minat dalam Islam, dan banyak orang memutuskan untuk masuk Islam,” tambah Pinto. “Islam dilihat sebagai bentuk baru ‘perlawanan’”.
Diproduksi di Maroko, ada acara yang terkenal yang menunjukkan “gambaran positif dari bagian di dunia, dengan pahlawan-pahlawan Islam yang penuh kebajikan,” ujar Pinto.
Di negara Brazil yang pebuh dengan Katolik-fanatik, liberal-sekuler, paganisme, dan menunjukkan orang-orang yang kebanykan melakukan hura-hura untuk memuaskan hawa nafsu tanpa batasan. Kaum Muslimin di Brazil tetap optimis bahwa Islam akan terus berkembang pesat di negara itu.
Sayangnya, ada kabar bahwa kaum Muslimin di Brazil kekurangan tenaga pengajar atau Ulama yang berdakwah disana, dikarenakan, mayoritas orang-orang Brazil berbahasa Portugis dan sedikit sekali Umat Muslim yang menguasai bahasa Portugis. Umat Islam di Brazil masih membutuhkan banyak Ulama yang diharapkan berhijrah kesana untuk mengajarkan Islam dan menyebarkan syi’ar-syi’ar Islam di negara mayoritas Katolik tersebut.
originally posted by 2011 posted by Ansar.info
(siraaj/arrahmah.com)

WASHINGTON (Berita SuaraMedia) – Islamic Center of Washington, Masjid terbesar di Washington DC, tidak hanya menjadi destinasi favorit pengunjung dan warga Muslim setempat, tapi juga bagi banyak non-Muslim yang datang untuk menimba pengetahuan tentang agama Islam.
"Kami berusaha menyebarkan pengetahuan Islam seperti yang diajarkan oleh kitab suci Al Quran, melalui kebijaksanaan dan bimbingan yang baik," ujar Imam Abdullah M. Khiuj, direktur Islamic Center, kepada IslamOnline.net.
Masjid bersejarah itu, yang berlokasi di dekat jantung kota Washington di Massachusetts Avenue, adalah destinasi bagi orang-orang non-Muslim baik yang dari Amerika maupun luar untuk ikut serta dalam tur Masjid.
"Setiap hari kami menerima sekitar 10 hingga 600 pengunjung," ujar Imam Khouj.
Beberapa dari tur itu diadakan untuk para pejabat Departemen Luar Negeri yang akan ditugaskan di dunia Muslim atau untuk para pelajar yang akan belajar di negara Muslim.
"Mereka datang ke Islamic Center dan kami memberi mereka ceramah dan seminar mengenai situasi di Timur Tengah dan apa yang akan dihadapi serta bagaimana berperilaku di sebuah negara Muslim," jelas Imam Khouj.
Islamic Center ini adalah Masjid tertua di wilayah Metropolitan Washington.
"Pembangunan Masjid ini dimulai tahun 1947 dan dibuka untuk publik tahun 1952," ujar sang imam.
Ketika dibuka, Masjid ini menjadi tempat ibadah kaum Muslim yang terbesar di wilayah Barat.
Khouj mengatakan bahwa ide pembangunan Masjid pertama kali muncul di tahun 1944, ketika tidak ada satu Masjid pun di ibukota AS ini.
"Masjid itu adalah upaya kolaboratif dari kaum Muslim di sini dan duta besar-duta besar dari negara-negara Islam," jelasnya.
"Pada saat itu mereka sedang berada di upacara pemakaman seorang duta besar Turki  di mana mereka membahas kemungkinan memiliki sebuah tempat bagi kaum Muslim untuk mempraktikkan ajaran agamanya dan itulah bagaimana Masjid ini berdri."
Islamic Center itu dikelola oleh dewan direktur  yang terdiri atas semua duta besar dari negara-negara Muslim yang dipercaya oleh AS.
Selama tur, pengelola Masjid juga memberikan informasi tentang Islam, ajarannya, dan Nabi Muhammad serta menjawab berbagai pertanyaan dari pengunjung yang penasaran.
"Banyak yang menanyakan status Yesus Kristus dalam Islam, dan saya jawab bahwa kau tidak bisa menjadi seorang Muslim sejati jika kau tidak meyakini Yesus," ujar Abbassie Koroma, koordinator kunjungan kelompok.
"Yang lainnya menanyakan jika Islam bersifat toleran dan penuh damai lalu mengapa banyak Muslim yang menjadi teroris. Saya menjawab bahwa Islam tidak ada hubungannya dengan perilaku buruk individu."
Koroma berbicara setelah menyelesaikan sebuah tur untuk sekelompok pelajar dari sekolah Minggu Kristen yang mendengarkan dengan penuh seksama saat ia membahas lima rukun Islam dan apa artinya menjadi seorang Muslim.
"Kami datang ke sini karena saya ingin para murid memahami kaum Muslim dan agama mereka," ujar Tom Clumet dari sekolah Minggu itu.
Dean, salah satu murid, bergabung dengan tur itu karena sahabatnya adalah seorang Muslim dan ia ingin tahu lebih jauh tentang agama sahabatnya itu.
Ia terkesima ketika mendengar berbagai penjelasan yang diberikan.
"Informasi yang saya peroleh sangat berguna. Kini saya merasa telah tahu lebih banyak tentang Islam."
Seperti Masjid-masjid lainnya di seluruh AS, Islamic Center ini juga menawarkan berbagai jenis layanan bagi komunitas lokal.
"Tempat ini adalah pusat bagi setiap Muslim yang ada di wilayah ini," ujar Khouj.
"Kami mencoba untuk menjadi Islamic Center yang edukasional, kultural, dan sosial di samping sebagai tempat yang relijius."
Masjid tersebut memiliki sebuah perpustakaan yang sangat besar dengan berbagai buku tentang Islam serta kelas-kelas untuk pelajaran bahasa Arab, Al Quran, hukum Islam, dan subyek-subyek relijius lainnya.
"Sayangnya lahan yang tersedia tidak memungkinkan bagi kami untuk membangun sebuah sekolah di sini, namun kami berhasil membuka beberapa kelas pada hari Sabtu dan Minggu untuk murid-murid kelas enam."
Masjid ini juga terlibat dalam kehidupan sosial komunitas dan mencoba memecahkan beberapa dari persoalan yang mereka hadapi.
"Kami memberikan konseling pernikahan, kami membantu orang-orang memahami prosedur pemakaman dan penguburan, kami mencoba membantu orang-orang yang belum menikah untuk mencari pendamping hidup," ujar Imam Khouj.
"Kami membeli sebuah lahan pemakaman yang tersedia bagi kaum Muslim secara gratis, karena biaya pemakaman di AS sangat mahal."
Namun, layanan yang paling dibanggakan oleh Islamic Center ini adalah program dakwahnya.
"Kami menerima banyak orang yang masuk Islam di sini setiap bulannya," ujar Imam Khouj.
"Kami mengadakan seminar bagi para mualaf yang, demi untuk menjadi terlibat dengan agama barunya, harus memiliki pemahaman dan visi yang jelas dan tidak hanya sekedar mengikuti metode-metode tertentu."
Direktur Islamic Center ini juga menambahkan bahwa program outreach mereka telah meluas hingga ke luar Masjid.
"Kami memiliki partisipan yang membantu kami mengirimkan buku-buku ke institusi di seluruh AS, terutama di penjara-penjara di mana banyak orang yang ingin tahu tentang Islam," ujarnya.
"Dan kami menerima sejumlah surat dari para petugas penjara yang berterima kasih karena setelah masuk Islam perilaku para tahanan itu berubah dan mereka menjadi manusia yang lebih baik."
Khouj mempercayai bahwa membantu menyebarkan pesan Islam adalah peran utama dari setiap Masjid.
"Kami mengirim banyak orang ke sekolah-sekolah, organisasi, dan penjara untuk memberikan ceramah tentang Islam."
"Kami berusaha keras untuk berpegang pada agama kami dan mewakili Islam sebagaimana ia seharusnya diwakili." (rin/iqna) www.suaramedia.com

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.