Bukti Terjadinya Mukjizat Nabi Musa yang dimaksud adalah yang membelah laut merah sehingga pengikut Nabi Musa dari kalangan bani Israil selamat dari kejaran pasukan Fir'aun. Kejadian ini memang sangat tidak masuk diakal kalau kita pandang dari persepsi akal pikiran manusia, tapi kalau Allah berkehendak, siapa yang bisa menolaknya?
Arkeolog yang bernama Ron Wyatt  pada akhir 1988 silam mengaku bahwa dia telah menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur kuno didasar laut merah. Menurutnya, besar kemungkinan itu adalah bangkai kereta tempur sang Pharaoh (Fir'aun) yang tenggelam saat digunakan untuk mengejar Musa dan pengikutnya.
Menurutnya, selain menemukan beberapa bangkai roda kereta tempur berkuda, Wyatt  bersama krunya menemukan juga beberapa tulang manusia dan tulang kuda dilokasi yang sama.
Penemuan ini tentu semakin memperkuat dugaan bahwa sisa-sisa tulang-belulang itu adalah bagian dari kerangka para bala tentara Fir'aun yang tenggelam. Apalagi dari hasil pengujian yang dilakukan di Stockhlom University terhadap beberapa sisa tulang belulang yang berhasil ditemukan, memang benar adanya bahwa struktur dan kandungan beberapa tulang telah berusia sekitar 3500 tahun, dimana menurut sejarah, kejadian pengejaran itu juga terjadi dalam kurun waktu yang sama. Dibawah ini gambar dari Poros Kereta yang ditemukan.



Ada suatu benda menarik lainnya yang juga berhasil ditemukan, yaitu poros roda dari salah satu kereta kuda yang kini keseluruhannya telah tertutup oleh batu karang, sehingga untuk saat ini bentuk aslinya sangat sulit untuk dilihat secara jelas. Diantara beberapa bangkai kereta tadi, ditemukan pula sebuah roda dengan 4 buah jeruji yang terbuat dari emas. Sepertinya, inilah sisa dari roda kereta kuda yang ditunggangi oleh Fir'aun sang raja sendiri. Sepertinya Allah sengaja melindungi benda tersebut dari kerusakan untuk menunjukkan kepada kita semua bahwa mukjizat yang diturunkan kepada Nabi-NabiNya merupakan suatu hal yang nyata dan bukan merupakan cerita karangan belaka.
Sekarang perhatikan gambar peta dibawah ini:




Pada bagian peta yang dilingkari merah, kira-kira disitulah menurut para ahli lokasi dimana Nabi Musa bersama kaumnya menyeberangi laut Merah. Lokasi penyeberangan diperkirakan berada di Teluk Aqaba di Nuweiba. Kedalaman maksimum perairan di sekitar lokasi penyeberangan adalah 800 meter di sisi ke arah Mesir dan 900 meter di sisi ke arah Arab. Sementara itu di sisi utara dan selatan lintasan penyeberangan (garis merah) kedalamannya mencapai 1500 meter. Kemiringan laut dari Nuweiba ke arah Teluk Aqaba sekitar 4 derajat, sementara itu dari Teluk Nuweiba ke arah daratan Arab sekitar 6 derajat
Diperkirakan jarak antara Nuweiba ke Arab sekitar 1800 meter. Lebar lintasan Laut Merah yang terbelah diperkirakan 900 meter. Bayangkan berapa gaya yang diperlukan untuk dapat membelah air laut hingga memiliki lebar lintasan 900 meter dengan jarak 1800 meter pada kedalaman perairan yang rata-rata mencapai ratusan meter untuk waktu yang cukup lama, mengingat pengikut Nabi Musa yang menurut sejarah berjumlah ribuan? (menurut sumber informasi lain diperkirakan jaraknya mencapai 7 km, dengan jumlah pengikut Nabi Musa sekitar 600.000 orang dan waktu yang ditempuh untuk menyeberang sekitar 4 jam).
Dari sebuah perhitungan yang dilakukan, diperkirakan diperlukan tekanan (gaya per satuan luas) sebesar 2.800.000 Newton/m2 atau setara dengan tekanan yang kita terima Jika menyelam di laut hingga kedalaman 280 meter. Jika kita kaitkan dengan kecepatan angin, menurut beberapa perhitungan, setidaknya diperlukan hembusan angin dengan kecepatan konstan 30 meter/detik (108 km/jam) sepanjang malam untuk dapat membelah dan mempertahankan belahan air laut tersebut dalam jangka waktu 4 jam!!!
Siapa yang mampu melakukannya kalau bukan Allah saja...., MANUSIA hanya bisa bedecak kagum...






Sekarang mari kita lanjutkan ke kisah FIRAUN:




Pastikan sebelum membaca tentang misteri Raja Fir'aun (Pharaoh) ini Anda sudah membaca Bukti Terjadinya Mukjizat Nabi Musa, karena sangat berkaitan erat. Kisah mengenai Mukjizat Nabi Musa (Moses) yang membelah Laut Merah dengan tongkatnya untuk menghindari kejaran Fir'aun dan bala tentaranya tentunya sudah tak asing lagi ditelinga kita.
Dalam kitab suci Al-Qur'an dan Bible, kronologi pengejaran dikisahkan begitu gamblang walaupun terdapat sedikit perberbedaan kisah diatara keduanya. Tapi yang pasti, kedua kitab suci tersebut mengisahkan kepada kita mengenai akhir yang menggembirakan bagi Musa beserta Kaum Bani Israel karena dapat meloloskan diri dari kejaran Fir'aun beserta bala tentaranya. Dan bagi sang Fir'aun, ia justru menemui ajalnya setelah tenggelam bersama pasukannya di Laut Merah.
Walaupun Al-Quran dan Alkitab sudah cukup jelas mengisahkan kronologi peristiwa itu terjadi, namun masih terdapat teka-teki mengenai siapa sebenarnya Fir'aun yang memimpin pengejaran terhadap Musa beserta kaum Bani Israel? Al-Quran dan Bible tidak menyebutkan secara mendetail siapakah Fir'aun yang dimaksud.
Fir'aun (Pharaoh) merupakan gelar yang diberikan kepada raja-raja Mesir kuno. Asal usul istilah Fir'aun sebetulnya merujuk kepada nama istana tempat berdiamnya seorang raja, namun lama-kelamaan digunakan sebagai gelar raja-raja Mesir kuno. Banyak Fir'aun yang telah memimpin peradaban yang terkenal dengan peninggalan Piramida Khufu-nya itu, mulai dari Raja Menes -sekitar 3000 SM, pendiri kerajaan, pemersatu Mesir hulu dan hilir – hingga Mesir jatuh dibawah kepemimpinan raja-raja dari Persia.
Sejauh ini telah banyak studi yang dilakukan untuk mengidentifikasi siapakah Fir'aun yang sedang berkuasa saat peristiwa keluarnya Musa beserta Bani Israel dari tanah Mesir. Berikut beberapa kandidatnya:
  • Ahmose I (1550 SM – 1525 SM)
  • Thutmose I (1506 SM – 1493 SM)
  • Thutmose II (1494 SM – 1479 SM)
  • Thutmose III (1479 SM – 1425 SM)
  • Amenhotep II (1427 SM – 1401 SM)
  • Amenhotep IV (1352 SM – 1336 SM)
  • Horemheb (sekitar 1319 SM – 1292 SM)
  • Ramesses I (sekitar 1292 SM – 1290 SM)
  • Seti I (sekitar 1290 SM – 1279 SM)
  • Ramesses II (1279 SM – 1213 SM)
  • Merneptah (1213 SM – 1203 SM)
  • Amenmesse (1203 SM – 1199 SM)
  • Setnakhte (1190 SM – 1186 SM)
Dari daftar beberapa Fir'aun diatas, nama Ramesses II selama ini memang kerap diidentifikasikan sebagai Fir'aun yang sedang berkuasa pada saat itu. Ia merupakan sosok Fir'aun terbesar dan terkuat yang pernah memimpin peradaban Mesir kuno. Ramesses II juga merupakan salah satu Fir'aun yang paling lama berkuasa, yakni 66 tahun lamanya.
Sifatnya yang kadang tirani terhadap masyarakat kelas bawah, membuat sejarawan banyak yang berspekulasi dengan menyebutkan ia sebagai raja yang memperbudak Bani Israel. Walaupun demikian, tidak ada bukti arkeologi yang benar-benar memperkuat dugaan tersebut. Selain itu periode masa hidupnya juga dikatakan tidak cocok dengan kemungkinan terjadinya peristiwa keluaran.
Kemudian menilik ke Raja Merneptah, putra Ramesses II, yang berkuasa setelah Ramesses II mangkat, ia juga bukan merupakan Fir'aun yang dimaksud mengingat pada masa pemerintahannya, Merneptah pernah mengatakan bahwa Bangsa Israel telah tiba di tanah Kana'an. Itu artinya, peristiwa keluarnya Musa beserta Bani Israel telah lama terjadi sebelum ia berkuasa.
Lalu bagaimana dengan Seti I, ayah dari Ramesses II ? Bagaimanapun juga, ahli sejarah Alkitab mengatakan peristiwa keluaran ini terjadi disekitar 1400 SM, itu jauh dari masa pemerintahan Seti I.
Beberapa Sejarawan yang menggunakan metode penelitian dengan cara mencocokkan kronologi di dalam catatan-catatan peninggalan Mesir Kuno dengan perkiraan waktu keluaran pada kitab suci menyimpulkan, kemungkinan peristiwa itu terjadi saat Mesir kuno dibawah pimpinan Raja-raja Dinasti ke-18.
Dinasti ke-18 mencakup beberapa raja, yakni Thutmose I (1506 SM – 1493 SM), Thutmose II (1494 SM – 1479 SM), diselingi oleh kepempinan Fir'aun wanita yaitu Ratu Hatsepsut (1479 SM -1458 SM) kemudian Thutmose III (1479 SM – 1425 SM).

Benarkan Thutmose II Fir'aun yang tenggelam di Laut Merah?


Relief Thutmose II
Menurut studi yang dilakukan oleh Sejarawan Alan Gardiner, setelah kematian Thutmose I dan masa persinggahannya selama 40 tahun di Madyan / Midian, Musa memutuskan untuk kembali ke tanah Mesir tempat beliau dibesarkan. Allah menugaskan Musa untuk menyampaikan ajaran agama yang hakiki kepada Fir'aun. Pada saat itu, Mesir dipimpin oleh Raja Thutmose II yang memperistri Ratu Hatshepsut.
Thutmose II, menurut sejarah bukanlah sosok Fir'aun yang hebat, sebaliknya istrinya Hatshepsut yang banyak berperan penting bagi kemajuan kerajaan. Walaupun bukan merupakan sosok pemimpin yang dikatakan berpengaruh, Gardiner tetap meyakini Thutmose II merupakan kandidat terkuat Fir'aun yang melakukan pengejaran terhadap Musa beserta kaum Bani Israel. Hal itu dikarenakan banyaknya kecocokan dengan studi sejarah yang ia lakukan.
Garnier juga menambahakan bahwa di pusara tempat berdiamnya mummi Thutmose II, hampir tidak ditemukan ornamen-ornamen dan benda-benda berharga "semewah" pusara raja-raja Mesir kuno yang lainnya. Ada kesan bahwa raja ini tidak begitu disukai dan dihormati oleh rakyatnya, sehingga mereka tak peduli dengan kematian sang Raja. Selain itu, kematiannya yang mendadak juga menjadi salah satu alasannya.
Penelitian terhadap Mummi Thutmose II yang ditemukan di situs Deir el-Bahri pada tahun 1881 mengungkapkan bahwa terdapat banyak bekas cidera di tubuhnya, dan Mummi-nya ditemukan tidak dalam kondisi yang bagus. Hal ini mungkin menandakan Thutmose II mati secara tidak wajar. Apakah cidera di tubuhnya itu akibat hempasan kekuatan gelombang Laut Merah yang secara tiba-tiba tertutup kembali? Wallahu ‘alam Bishawab
Al-Quran sendiri mengisahkan detik-detik terakhir kehidupan Sang Fir'aun:

Dan Kami memungkinkan Bani Israel melintasi laut, lalu mereka diikuti oleh Fir'aun dan bala tentaranya, karena hendak menganiaya dan menindas (mereka); hingga bila Fir'aun itu telah hampir tenggelam berkatalah ia, "Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh Bani Israel, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". ( QS Yunus 90).

Dari ayat diatas kita dapat mengetahui bahwa Fir'aun mencoba memohon kepada Allah agar ia diselamatkan ketika air mengenggelamkan raganya. Namun sangatlah jelas bahwasannya tindakan Fir'aun hanyalah suatu kebohongan semata sebagai alasan untuk menyelamatkan dirinya sendiri dari maut.
Setelah sang Fir'aun tewas pada periode pemerintahannya yang tergolong singkat, besar kemungkinan jalannya roda pemerintahan diambil alih sementara oleh sang Ratu yang tak lain ialah Hatshepsut sebelum akhirnya Thutmose III naik tahta.
Jika benar Thutmose II merupakan Fir'aun yang dimaksud, ada suatu kemungkinan kronologi sejarahnya menjadi demikian:
Pertama, Musa dibesarkan dilingkungan kerajaan Mesir saat Thutmose I berkuasa, dan istri Thutmose I yang menemukan bayi Musa saat hanyut di Sungai Nil.
Kedua, selang puluhan tahun setelah Musa melarikan diri dari tanah Mesir karena ancaman hukuman mati akibat peristiwa terbunuhnya seorang prajurit kerajaan olehnya, ia kembali untuk menyampaikan ajaran Allah kepada Fir'aun. Namun pada saat itu mungkin Thutmose I telah meninggal dan digantikan putranya Thutmose II.
Mengapa Thutmose II Diyakini Sebagai Firaun Yang Tenggelam di Laut Merah Sedangkan Mummi-nya Sendiri Berhasil Ditemukan?


Mummi Thutmose II
Pertanyaan diatas memang kerap ditanyakan. Mereka yang bertanya kebanyakan beranggapan bahwa Jasad Fir'aun tidak mungkin berhasil ditemukan apalagi dalam bentuk Mummi, sebab telah tenggelam di Laut Merah bersama bala tentaranya.
Bagi para muslim, Al-Quran mengisahkan kepada kita sebagai berikut:
Apakah sekarang (kamu baru percaya), padahal sesungguhnya kamu telah durhaka sejak dahulu, dan kamu termasuk orang-orang yang berbuat kerusakan. Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesunguhnya kebanyakan dari manusia lengah dari tanda-tanda kekuatan Kami. ( QS Yunus 91-92).
Tentunya ayat diatas sudah cukup menjelaskan mengapa Allah dengan sengaja menyelamatkan jasad sang Fir'aun.

Maurice Bucaille

Dr. Maurice Bucaille (lahir di Pont-l'Eveque, 19 Juli 1920 – meninggal 17 Februari 1998 pada umur 77 tahun) adalah seorang ahli bedah berkebangsaan Perancis. Ia terutama menjadi terkenal karena menulis buku tentang Islam, Al Qur'an dan ilmu pengetahuan modern.

Salah satu kontroversi yang masih menyelimuti keberadaannya adalah tentang statusnya saat dia meninggal, apakah dia sudah menjadi seorang Muslim, atau tetap pada kepercayaannya yang lama. Tidak ada bukti langsung yang dapat menjelaskan kontoversi ini, sedangkan bukti-bukti yang ada umumnya sudah terdistorsi oleh pandangan pribadi para penulisnya.

Penghargaan
Bucaille pernah mengepalai klinik bedah di Universitas Paris. Pada tahun 1974 dia mengunjungi Mesir atas undangan Presiden Anwar Sadat dan mendapat kesempatan meneliti Mumi Firaun yang ada di museum Kairo. Hasil penelitiannya kemudian dia terbitkan dengan judul Mumi Firaun; Sebuah Penelitian Medis Modern atau judul aslinya , Les momies des Pharaons et la médecine. Berkat buku ini, dia menerima penghargaan Le prix Diane-Potier-Boès (penghargaan dalam sejarah) dari Académie française dan Prix general (Penghargaan umum) dari Academie nationale de medicine, Perancis.

Bibel, Qur'an dan Sains Modern
Buku lainnya Bibel, Qur'an dan Sains Modern judul asli dalam bahasa Perancis La Bible, le Coran et la Science (1976) menjadi best-seller internasional di dunia Muslim dan telah diterjemahkan ke hampir semua bahasa utama umat Muslim di dunia. Bucaille menjadi ternama dengan karyanya ini. Karyanya ini mencoba menerangkan bahwa Al Qur'an sangat konsisten dengan ilmu pengetahuan dan sains, namun bahwa Alkitab atau Bibel tidaklah demikian. Bucaille dalam bukunya mengkritik Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya bisa diragukan. Buku tersebut sudah sering dibantah penulis lain, misalnya William Campbell dan M.B. Dainton. Namun di Indonesia agaknya Bucaille sudah telanjur lebih populer daripada mereka.

Islam dan Sains

Bucaille dalam bukunya mengkritik Alkitab atau Bibel yang ia anggap tidak konsisten dan penurunannya bisa diragukan. Sedangkan dalam Al Qur'an terdapat banyak kecocokan dengan fakta sains. Di antara tulisannya ialah:

"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan." [QS 27:88]

Bucaille menjelaskan bahwa ternyata gunung-gunung bersama dengan lempeng bumi bergerak. Jadi ayat Al Qur'an di atas sesuai dengan ilmu pengetahuan.

Bucaille juga menjelaskan bahwa ayat Al Qur'an di bawah yang menyatakan bahwa Allah menyelamatkan badan Fir'an hingga bisa dilihat manusia saat ini sesuai dengan kenyataan:

"Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu" [QS 10:92]

Ternyata para ahli menemukan garam di dalam badan Fir'aun yang menunjukkan bahwa Fir'aun memang pernah tenggelam. Jenazah Fir'aun/Mumi bisa dilihat manusia hingga saat ini.

Di Bibel tidak sebutkan bahwa badan Fir'aun diselamatkan Tuhan. Jadi Al Qur'an sungguh kitab yang otentik.
Label:

Posting Komentar

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.