Baru-baru ini, Majelis Rendah Parlemen Prancis telah menyetujui
undang-undang yang memungkinkan pasangan sesama jenis untuk menikah dan
mengadopsi anak. Setelah perdebatan sengit yang cukup memakan waktu, RUU
itu disahkan dengan 329 suara berbanding 229.
Sekarang RUU tersebut
tinggal menunggu persetujuan akhit di Senat.
Menurut laporan berita BBC, RUU yang berjudul
'Pernikahan untuk Semua' itu didukung oleh Presiden yang berpaham
sosialis Francois Hollande dan anggota parlemen sayap kiri. Tapi
mendapat pertentangan dari kubu parati konservatif UMP dan memicu protes
massa. Namun akhirnya majelis rendah parlemen Prancis sudah menyetujui
pasal utama yang mendefinisikan ulang pernikahan sebagai kontrak antara
dua orang tanpa peduli apakah dua orang itu pria-wanita ataupun
wanita-wanita atau pria-pria.
Tahun lalu, Presiden AS Barack Obama membuat jelas pandangannya
mengenai pernikahan orang-orang homo bahwa pasangan sesama jenis harus
memiliki hak untuk menikah. Argumen kontroversial Obama kemudian memicu
kemarahan dari kelompok keagamaan dan saingannya dari Partai Republik,
meskipun sangat dipuji oleh pendukung dan aktivis gay-lesbianisme.
"Saya baru saja menyimpulkan bahwa bagi saya secara pribadi adalah
penting bagi untuk terus maju dan menegaskan bahwa saya pikir pasangan
seks yang sama harus mampu menikah," kata Obama dalam wawancara dengan
penyiar TV ABC, Robin Roberts.
Seperti semua agama dunia dan tradisi, Islam memiliki sikap yang
jelas tentang masalah ini, karena dengan tegas melarang homoseksualitas
(gay dan lesbianisme) dan menganggap mereka sebagai pelanggaran terhadap
perintah Allah. Islam menyatakan dengan jelas bahwa pernikahan sesama
jenis merupakan ancaman serius dan berbahaya bagi masyarakat manusia dan
masyarakat.
Konsep Pernikahan Islam
Syariah Islam memberikan perhatian besar terhadap pernikahan karena
merupakan jalan lurus menuju pendirian komunitas manusia yang kuat dan
sehat. Oleh karena itu Syariah, meletakkan fondasi dasar yang menjamin
stabilitas dan kesejahteraan dari pasangan yang menikah. Misalnya,
persetujuan dari kedua belah pihak calon istri dan suami, suatu kondisi
yang menjadi dasar keabsahan pernikahan dalam Islam. Calon pasangan
dianjurkan untuk mempertimbangkan faktor-seperti penting seperti faktor
sosial, pendidikan, budaya, dan pengetahuan agama sehingga dapat
menjalani kehidupan perkawinan dengan bahagia.
Jadi jelas bahwa konsep pernikahan Islam benar-benar berbeda dari
cara 'berhubungan' gay atau lesbian. Islam menganggap pernikahan
seorang pria dan seorang wanita sebagai ikatan suci dan khidmat yang
memerlukan tugas, nilai-nilai, dan tanggung jawab yang tidak boleh
dilanggar. Al-Qur'an menggambarkan perjanjian pernikahan sebagai ikatan
suci dan meerintahkan pada suami dan istri yang menikah untuk meraih
kebaikan, cinta sejati, dan hak-hak dan kewajiban perkawinan. Allah
berfirman:
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu. [An-Nisa ayat 1].
Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena
hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata.
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. Dan
jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu
telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak,
maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun.
Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang dusta
dan dengan (menanggung) dosa yang nyata?
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal sebagian kamu
telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan
mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. [An-Nisa ayat 19-21].
Jadi perkawinan, berdasarkan syariah Islam dimaksudkan untuk
membangun keluarga yang bahagia, stabil, dan sejahtera, untuk
membesarkan anak-anak yang sehat berkomitmen, untuk melestarikan
keturunan dan tatanan sosial, untuk memenuhi kebutuhan fisik dan
psikologis manusia, dan menciptakan komunitas dan masyarakat yang
beradab. Pernikahan dalam Islam, seperti dalam semua agama lain, tidak
berarti kenikmatan seksual saja, tetapi juga pembentukan sebuah keluarga
yang sehat dan dengan dasar cinta kasih yang kuat.
Di antara tujuan utama pernikahan, dalam Islam adalah pelestarian
manusia. Pernikahn berfungsi untuk melestarikan manusia sampai waktu
saat kehidupan berakhir. Allah swt berfirman,
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan
isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki
dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan
(peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga
dan mengawasi kamu. [An-Nisa ayat 1].
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Al Hujurat ayat 13]
Selain itu, melestarikan keturunan merupakan salah satu tujuan
penting dalam Syariah Islam dimana hampir semua ulama telah
menyepakatinya. Imam al-Ghazali (505 H), misalnya, menetapkan lima
tujuan syariah dalam pernikahan yakni:
Maslahah (memberikan manfaat), dalam hal ini menjaga syariah, menjaga
agama, melestarikan keturunan, menjaga kehidupan (peradaban), dan
menjaga harta benda. Dan apa pun yang bertentangan dengan kelimanya atau
kemaslahatan adalah mafsadah (kerusakan)[Abû Hâmid al-Ghazâlî, al-Mustasfâ min `Im al-Usûl, 2 vols. (n.p., Dar al-Fikr lit-Tiba`ah wa an-Nashr wa at-Tawzi`, n.d.), 1: pp. 286-287. ].
Pernikahan Homoseksual dan Akibat Sosial
Pernikahan sesama jenis membahayakan suasana keluarga yang sejati
setia di mana anak-anak harus dibesarkan dengan nilai moral dan
kebenaran. Hubungan ‘perkawinan gay dan lesbian’ akan berdampak pada
kurangnya penerimaan sosial dan memberikan ancaman serius bagi
keberadaan institusi keluarga.
Pernikahan sesama jenis juga mengancam keberadaan ras manusia.
Hubungan tersebut tidak bisa membangun komunitas manusia atau
melestarikan keberadaan manusia. Pernikahan secara universal dikenal
dan diakui sebagai perjanjian resmi antara seorang pria dan seorang
wanita, bukan antara seorang pria dan seorang pria atau antara seorang
wanita dan seorang wanita.
Allah memberitahu kita dalam Al Qur'an bahwa Dia menciptakan segala
sesuatu secara berpasangan. Mengacu pada hal ini, Allah swt berfirman,
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah. (Ad Dzariyat:49)
Dan pasti, pasangan yang dimaksud dalam ayat di atas adalah dari jenis yang berbeda, bukan dari jenis yang sama.
Menurut ketentuan Ilahi, tidak ada yang dapat melakukan tugasnya
sendirian. Allah menjadikan segala sesuatu harus membutuhkan yang lain
dari jenisnya, sehingga orang akan saling melengkapi. Dalam bidang
listrik misalnya, kutub positif dan negatif harus berada dalam kontak
sehingga mendorong arus listrik, yang pada gilirannya menghasilkan
cahaya, panas, gerak, dll. Bahkan hewan jantan dan betina juga
mengetahui secara naluriah hewani yang diberikan Allah, harus
berhubungan dalam rangka untuk berkembang biak. Alquran juga menyoroti
ketentuan alamiah ini:
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya,
baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun
dari apa yang tidak mereka ketahui. (Yassin:36)
Mengenai ketetapan-Nya ini, Allah SWT telah memfasilitasinya dengan
tradisi suci bagi seorang pria dan seorang wanita untuk bersatu
sedemikian rupa untuk mencapai status manusia luhur, yaitu melalui
pernikahan. Sebagaimana disebutkan di atas, pernikahan sesama jenis
akan menghasilkan bahaya sosial yang serius, merusak fondasi dasar
keluarga, masyarakat, dan komunitas manusia.
Agama Vs Pernikahan Sesama Jenis
Tidak hanya Islam, pernikahan sesama jenis ini dilarang oleh semua
agama dan adat istiadat di seluruh dunia. Dr Muhammad M. Abu Laila,
profesor Studi Islam dan Perbandingan Agama di Universitas Al-Azhar,
mengatakan bahwa:
"Tindakan (pernikahan sejenis) adalah dosa buruk yang Allah telah
larang dalam semua agama (agama samawi), bahkan dalam kehidupan paling
primitive sekalipun. Ini bertentangan dengan peraturan Allah dan melawan
hukum alam. Saya heran bagaimana di masa kini, dimana ilmu
pengetahuan teknologi telah maju, kita membiarkan hal-hal seperti itu
terjadi di masyarakat manusia, bagaimana seseorang mengijinkan atau
memberikan aturan hukum atas suatu tindakan luas yang menimbulkan
ancaman bagi seluruh umat manusia dan menghancurkan masyarakat seperti
kanker. Dalam kedua Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, semua nabi
Allah melarang kegiatan jahat seperti itu dan menghukum berat mereka
yang melakukannya "[ Muhammad Abu Laylah, “Gay Marriage: Islamic View”, http://www.onislam.net/english/ask-the-scholar/crimes-and-penalties/sexual-perversity/170236-gay-marriage-islamic-view.html, May 10, 2012]
Seluruh umat Islam sepakat bahwa homoseksual termasuk dosa besar.
Oleh karena perbuatan yang menjijikkan inilah, Allah kemudian
memusnahkan kaum nabi Luth A.S dengan cara yang sangat mengerikan. Allah
SWT berfirman:
Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, Dan kamu
tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan
kamu adalah orang-orang yang melampaui batas” (As-Syu’ra : 165-166)
Sudah sepantasnya prilaku sodomi yang kini terkenal dengan Gay-Lesbi dilarang keras. Bahkan nabi Muhammad saw. Bersabda:
“Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan umat Nabi Luth, bunuhlah mereka baik yang mensodomi maupun yang disodomi!” (HR. Ibnu Majah).
Oleh karena itulah ancaman hukuman terhadap pelaku homoseksual jauh
lebih berat dibandingkan dengan hukuman bagi pelaku pezina. Didalam
perzinahan, hukuman dibagi menjadi dua yaitu bagi yang sudah menikah
dihukum rajam, sedangkan bagi yang belum menikah di cambuk 100 kali dan
diasingkan selama satu tahun. Adapaun dalam praktek homoseksual tidak
ada pembagian tersebut. Asalkan sudah dewasa dan berakal (bukan gila)
maka hukumannya sama saja (tidak ada perbedaan hukuman bagi yang sudah
menikah atau yang belum menikah).
Sebenarnya ulama-ulama fiqh bebeda pendapat mengenai hukuman bagi
pelaku homoseksual. Diantara pendapat para ulama tersebut adalah:
- Fuqoha Madzhaf Hanbali: Mereka sepakat bahwa hukuman bagi pelaku
homoseksual sama persis dengan hukuman bagi pelaku perzinahan. Yang
sudah menikah di rajam dan yang belum menikah dicambuk 100 kali dan
diasingkan selama setahun. Adapun dalil yang mereka pergunakan adalah Qiyas.
Karena defenisi Homoseksual (Liwath) menurut mereka adalah menyetubuhi
sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah. Maka mereka menyimpulkan bahwa
hukuman bagi pelakunya adalah sama persis dengan hukuman bagi pelaku
perzinahan. Tetapi qiyas yang mereka lakukan adalah qiyas ma’a al-fariq (mengqiyaskan sesuatu yang berbeda) karena liwath (homoseksual) jauh lebih mejijikkan dari pada perzinahan.
- Pendapat yang benar adalah pendapat kedua yang mengatakan bahwa
hukuman bagi pelaku homoseksual adalah hukuman mati. Karena virus ini
kalau saja tersebar dimasyarakat maka ia akan menghancukan masyarakat
tersebut.
Syekh Ibnu Taymiyah mengatakan bahwa seluruh sahabat Rasulullah SAW sepakat bahwa hukuman bagi keduanya adalah hukuman mati.
Penutup
Dalam Islam, pernikahan seorang pria dan seorang wanita
tidak hanya masalah keuangan dan seksual dalam hidup bersama. Namun ini
adalah ikatan yang sakral, hadiah dari Allah, untuk menjalani hidup
bahagia menyenangkan dan melanjutkan garis keturunan. Tujuan utama dari
perkawinan dalam Islam adalah realisasi dari ketenangan dan kasih
sayang antara suami dan istri. Pernikahan juga bertujuan untuk
melestarikan umat manusia dan melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan. Ia
memelihara tatanan sosial dan stabilitas masyarakat.
Pernikahan sesama jenis, di sisi lain, memberikan ancaman
serius bagi institusi keluarga, permasalahan sosial, membahayakan
kehidupan keluarga yang indah, dan tatanan sosial masyarakat manusia.
Diterjemahkan dari tulisan Dr. Wael Shihab dalam situs onislam.net.