JAKARTA (voa-islam.com) - Dalam dua bulan terakhir ini BNPT dan khususnya Densus 88 banyak mendapat kritikan dari berbagai elemen masyarakat terkait kinerjanya dalam pemberantasan terorisme. 

Ulama, zu’ama, pimpinan ormas Islam, DPR Komisi III dan Komnas HAM semua pada angkat bicara.

Apalagi topik yang paling mendapatkan stressing point adalah dugaan kuat pelanggaran HAM yang sangat serius dilakukan oleh Densus 88. Di samping ‘diskriminasi’ dan pengaitan terhadap agama tertentu (Islam).

“Dugaan saya, ini membuat BNPT atau Densus meradang dan akan membuat ‘perlawanan’ dan ‘serangan balik’. Karena selama ini sikap apriori dan arogansi begitu menonjol dari diri mereka (Densus 88 dan BNPT- red.). Mereka seperti hukum itu sendiri dan bukan penegak hukum. Cuma serangan balik itu wujudnya apa perlu dicermati lagi,” kata pengamat kontra terorisme Harits Abu Ulya kepada voa-islam.com, Jum’at (1/3/2013).

Harits memprediksi, dengan terpilihnya Brigjen. Pol. Arif Dharmawan sebagai Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT, memiliki posisi strategis dalan penanganan terorisme. Dan menurut Harits ini merupakan respon disahkannya UU Pendanaan terorisme.

“Dan lebih jauh, saat ini  penunjukkan Brigjen Arif Dharmawan di jabatan Deputi Penindakan dan Pembinaan Kemampuan BNPT yang cukup strategis bertanggungjawab dalam kebijakan, strategi dan program nasional penanggulangan terorisme. Deputi Penindakan juga bertugas mengkoordinasi penentuan tingkat ancaman dan persiapan penindakan terhadap pelaku teror di lapangan. Saya menduga ini sebagai salah satu respon disahkannya UU Pencegahan dan Penindakan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme yang baru disahkan oleh DPR,” jelas Direktur Direktur The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) itu.

Lebih lanjut, Harits mengungkapkan dengan posisi strategis Arif Dharmawan tersebut, ke depan BNPT bukan hanya melakukan counter ideologi lewat program deradikalisasi, namun juga akan menyasar persoalan dana.

“Brigjen Arief sebelum di BNPT pernah bertugas di Pusinafis Bareskrim Polri. Alumnus Lemhanas angkatan 43 ini juga pernah menjabat sebagai Kanit Ekonomi Khusus Bareskrim Polri.  Kedepan tidak hanya agenda counter ideologi (deradikalisasi) yang terus jalan, tapi juga akan menyasar dan mengurai persoalan dana yang dianggap menjadi ‘nyawa’ penting dari tindak pidana terorisme,” imbuhnya.

Kesimpulannya menurut Harits, peperangan berikutnya setelah program deradikalisasi yang dilancarkan BNPT adalah propaganda terkait pendanaan terorisme.

“Sektor ekonomi (dana) jadi medan ‘peperangan’ berikutnya yang akan dilakukan BNPT setelah memiliki payung (regulasi) terkait masalah ini,” tegasnya.

Untuk itu, ia meinta seluruh elemen masyarakat waspada dan memonitor adanya kemungkinan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan BNPT dalam kontra terorisme.

“Masyarakat sipil juga perlu terus monitoring kemungkinan-kemungkinan penyalahgunaan kewenangan yang dimiliki BNPT dalam urusan kontra terorisme ini. Mengingat selama ini belum ada transparasi anggaran yang digunakan Densus 88 dan BNPT,” tutupnya. [Ahmed Widad]

Dalam dua bulan terakhir ini BNPT dan khususnya Densus 88 banyak mendapat kritikan dari berbagai elemen masyarakat terkait kinerjanya dalam pemberantasan terorisme.

Label: ,

Posting Komentar

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.